SINJAI, Beritabenua.com - Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sinjai (UMSI) menyesalkan langkah pihak kampus yang melaporkan Presiden Mahasiswa mereka ke kepolisian dengan tuduhan pengrusakan. Ia menilai, tindakan itu mencerminkan gagalnya kampus dalam membangun komunikasi sehat serta mencederai semangat demokrasi akademik.
“Sangat disayangkan langkah kampus yang memilih jalur pelaporan tanpa terlebih dahulu mengedepankan mekanisme dialog dan penyelesaian internal. Jika kritik mahasiswa selalu dibalas dengan kriminalisasi, maka kampus bukan lagi ruang aman berpikir kritis, tapi ruang yang membungkam,” ujarnya.
Ia menegaskan, mahasiswa sejatinya adalah mitra kritis bagi institusi pendidikan, bukan ancaman yang harus dilawan dengan pendekatan hukum.
“Mahasiswa adalah mitra kritis, bukan ancaman. Maka kritik seharusnya dijawab dengan argumen, bukan laporan,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Mahasiswa UMSI dilaporkan oleh pihak kampus ke kepolisian atas dugaan pengrusakan. Langkah ini memantik gelombang kritik dari kalangan mahasiswa, termasuk mantan Presiden Mahasiswa UMSI, yang menyebut peristiwa tersebut sebagai tanda darurat demokrasi di kampus.
“Saya sangat menyayangkan tindakan pihak kampus yang melaporkan mahasiswanya sendiri ke kepolisian. Ini menunjukkan bahwa kampus hari ini gawat darurat demokrasi,” ujar mantan Presiden Mahasiswa UMSI.
Kedua tokoh mahasiswa itu berharap agar pihak kampus meninjau kembali langkahnya dan membuka ruang dialog sebagai jalan penyelesaian.
Menurut mereka, pelaporan terhadap mahasiswa bukan hanya preseden buruk, tetapi juga bentuk kemunduran lembaga pendidikan dalam menumbuhkan budaya demokrasi dan nalar kritis.
Kasus ini kembali menegaskan pertanyaan lama: apakah kampus masih menjadi ruang aman bagi kebebasan berpikir, atau justru berubah menjadi ruang yang takut pada kritik?